<body> johndoe - buletin
KECENDERUNGAN TELEVISI MENYAJIKAN TAYANGAN YANG BERCORAK SAMA
oleh dalijo

Memang jika diamati, di dalam program televisi swasta kita nyaris ditemukan banyak corak keseragaman. Sebut saja program reality show pertama tentang cinta, yang pada awalnya ditayangkan di RCTI dengan program Katakan Cinta-nya. Dengan waktu relative cepat, stasiun televisi lain kemudian banyak mengadopsi, kemudian menyajikan reality show dengan corak yang tak jauh berbeda. Sebut saja salah satunya H2C yang ditayangkan di SCTV.

Selain itu pula, corak keseragaman banyak dijumpai pada jam-jam prime time. Sebut saja salah satu misal adalah banyaknya stasiun TV swasta yang kemudian menyuguhkan sinetron-sinetron bertemakan cinta dan kisah kasih remaja. Selain itu pula sampai sekarang masih dapat dilihat corak-corak yang sama, seperti halnya pula pada sinetron-sinetron religius yang masih saling berkompetisi dalam TV-TV swasta kita. Dan akhir-akhir ini pun corak talk show dengan host comedian mulai menjamur pula di stasiun-stasiun TV swasta nasional.

Bukanlah suatu kebetulan jika tentunya hal-hal seperti keseragaman tersebut terjadi. Alasan utama yang mendukung dalam menjelaskan fenomena tayangan musiman macam ini tentunya adalah selera pasar. Bisnis media merupakan bisnis yang sangat tergantung pada masyarakat sebagai audiens. Apa yang disenangi masyarakat pada masanya tentunya akan sangat mempengaruhi stasiun TV dalam menyajikan program-program. Karena dari hal tersebut akan sangat berpengaruh pada rating pemirsa. Dan dampak lebih lanjut dari tingginya rating pemirsa dari sebuah siaran akan mempengaruhi para pengiklan, sumber pemasukan utama dari bisnis media ini.

Ketika talkshow ringan ”Empat Mata” dengan host komedian Tukul Arwana menghasilkan rating pemirsa yang tinggi, banyak perusahaan yang berlomba-lomba untuk beriklan pada jam siaran acara ini. Melihat fenomena macam ini, stasiun televisi lain tentunya juga tak mau kalah. Dengan corak yang seragam kemudian berusaha menyajikan program-program serupa dengan tujuan memperoleh rating yang tinggi, sehingga bisa menarik para pengiklan.

Seperti yang dikemukakan Severin Werner J. & James W. Tankard Jr (2001:17), satu dari hasil perubahan teknologi adalah kita tidak lagi bisa mengatakan bahwa televisi sebagai hasil sistem monolitik yang seragam, mengirimkan pesan yang secara esensi sama pada semua orang. Pemikiran ini mempunyai konsekuensi karena ada beberapa teori komunikasi massa yang menganggap pada tingkat tertentu pesan televisi atau hasil pesan media adalah seragam (Webster,1989).


SIFAT AKTIF AUDIENS DALAM MENGHADAPI MEDIA MASSA

Audiens kerap disalahpahami sebagai kelompok yang pasif, irrasional, dan gampang dimanipulasi ketika berhadapan dengan media massa. Memang, lalu lintas pesan dalam media massa berjalan amat cepat, tapi tidak selamanya audiens dapat dianggap sebagai kelompok pasif dalam menanggapi derasnya laju informasi yang terjadi dalam media massa seperti yang disebutkan di atas. Untuk menjelaskan hal itu baiklah jika sebelumnya kita melihat pada Model Kemungkinan Elaborasi Persuasi (Petty & Cacioppo, 1968). Seseorang tidak bisa selamanya berkutat pada satu pesan tertentu untuk jangka waktu yang cukup lama. Individu tersebut memiliki kemampuan untuk memilih beberapa pesan untuk diamati, dilihat sekilas, kemudian memindahkan perhatian pada pesan lain. Model Kemungkinan Elaborasi menyebutkan bahwa terdapat dua rute menuju perubahan sikap, yaitu rute sentral (dipakai ketika penerima secara aktif memproses informasi dan terbujuk oleh rasionalitas argumen) dan rute eksternal (dipakai ketika penerima tidak mencurahkan energi kognitif untuk mengevaluasi argumen dan memproses informasi di dalam pesan----dan lebih dibimbing oleh isyarat-isyarat eksternal, di antaranya kredibilitas sumber, gaya, dan format pesan, suasana hati penerima, dan sebagainya).

Untuk menjelaskan kemungkinan audiens bersifat aktif, maka baiklah jika kita melihat pada rute eksternal. Ketika rute eksternal aktif, maka penerima terlibat dalam elaborasi rendah. Elaborasi merujuk pada kerja kognitif yang terjadi dalam pemrosesan sebuah perusasif. Menurut Petty dan Cacioppo (1986:7), elaborasi merujuk pada ”keberadaan yang dipikirkan oleh seseorang secara cermat mengenai informasi yang relevan dengan masalah yang ada”. Elaborasi meliputi perhatian secara hati-hati terhadap paparan, usaha mengakses informasi yang relevan (dari memori atau sumber eksternal), pengamatan dan pengambilan keputusan tentang argumen, penarikan kesimpulan tentang argumen-argumen yang baik, dan pencapaian evaluasi menyeluruh terhadap posisi yang direkomendasikan.

Dengan kata lain, pada dasarnya audiens memiliki kesadaran dalam menyerap dan mengolah pesan yang diterima dari media massa. Dan kemudian audiens memiliki kemampuan untuk menanggapi pesan tersebut. Sebagai contoh adalah televisi kabel. TV Kabel membawa banyak peluang baru dalam mendukung keaktifan audiens. Jumlah saluran TV Kabel yang begitu banyak, dengan semua karakteristik pesan yang disampaikan memacu para pemirsa televisi kabel untuk menerapkan berbagai mavam strategi dalam menghadapi peningkatan jumlah pilihan ini. Salah satu strategi itu adalah mempersempit kegiatan menonton berkala seseorang menjadi sekumpulan saluran yang sesuai dengan minatnya. Kumpulan ini disebut sebagai rentang/reportoar saluran (Heeter dan Greenberg, 1985). Para pemirsa berbeda kesadarannya dalam hal memilih saluran. Semua itu tentu saja dipengaruhi oleh variabel-variabel seperti kredibilitas sumber, gaya, dan format pesan, suasana hati penerima, dan sebagainya (yang mana disebut Petty dan Cacioppo sebagaimana dengan isyarat eksternal).

Selain itu pula, contoh yang jelas untuk menjelaskan tentang audiens yang aktif adalah dalam rubrik pikiran pembaca dan atau opini. Pikiran pembaca atau opini merupakan wadah, baik sebagai feedback, atau pula respon pembaca terhadap suatu pesan tertentu. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa audiens melakukan pengolahan terhadap pesan, dan tidak selamanya pasif, dan meninggalkan rasional mereka (menerima begitu saja) dalam menghadapi media massa, sehingga menjadi gampang dimanipulasi.


EFEK MEDIA MASSA YANG SELALU MENGUNDANG KONTROVERSI

Seperti yang dikemukakan Severin Werner J. & James W. Tankard Jr (2001:313),

salah satu fokus utama teori dan riset komunikasi massa selama bertahun-tahun adalah mencoba menilai dampak komunikasi massa. Pernyataan ini mungkin benar karena beberapa alasan:

  1. Keprihatinan publik terhadap dampak pesan-pesan media pada audien. Di masa silam, keprihatinan ini berfokus pada komik-komik, film bioskop, dan kekerasan di TV. Namun belakangan ini bidang-bidang keprihatinan baru bertambah – pesan pesan antisosial dalam musik rap, petunjuk membuat bom di internet, tema-tema bunuh diri dalam musik metal, dan penggunaan narkoba serta kandungan seks dalam tayangan drama TV.

  2. Para pencipta pesan-pesan komunikasi massa prihatin dengan dampak upaya-upaya mereka. Akan sangat mengecewakan apabila terlibat dalam upaya-upaya komunikasi dan merasa bahwa upaya-upaya anda tidak mempunyai dampak atau tidak mengetahui dampaknya.

  3. Memahami sebab dan akibat adalah salah satu jenis ilmu pengetahuan manusia paling kuat.

  4. Menganalisis komunikasi masa dari segi sebagb dan akibat sangat sesuai dengan model riset ilmiah.

Sudah cukup jelas, ketika para praktisi / ahli komunikasi kemudian mempersolakan efek media ini. Betapa kini dampak-dampak (seperti yang menjadi isu utama --- kekerasan dalam tayangan TV yang berdampak negatif pada perilaku keseharian audiens) tersebut merongrong alam bawah sadar audiens dan secara berkala mengubah perilaku mereka---tentusaja karena tingginya frekuensi kecenderungan menonton mereka.

Di Amerika, telah dilakukan semacam riset berkaitan dengan efek media ini. Dan dampak tayangan kekerasan di televisi bahkan menjadi bidang teori khusus, seperti yang dikaji Severin Werner J. & James W. Tankard Jr (2001:342). Sedangkan jika kita merefleksikan kepada Indonesia sendiri, efek media memang kerap dipersoalkan oleh para pemerhati komunikasi dan media, serta oleh para praktisi yang memiliki kesadaran akan efek buruk media massa bagi perilaku masyarakat. Isu utama yang sering diangkat di Indonesia sendiri adalah berkaitan dengan kualitas isi dari tayangan media, seperti sinetron yang jauh dari nilai-nilai edukatif, dan justru banyak berdampak buruk bagi perkembangan perilaku audiens yang cenderung menggiring pada konsumerisme dan hedonisme.


DAFTAR PUSTAKA

  • Severin, Werner J. & James W. Tankard, Jr. 2001. Communication Theories : Origins, Methods, and Uses In Mass Media. Addison Wesley Longman, Inc.

  • Webster, J.G.(1989). Television Audience Behavior: Patterns of exposure in the new media environment. In J. L . Salvaggio and J. Bryants, eds.,Media Use in the Information Age: Age Emerging Patterns of Adopting and Consumer Use, pp. 197-216. Hillsdale, N.J.: Lawrence Elrbaum.

  • Petty, R.E., and J.T. Cacioppo (1986). Communication and Persuasion: Central and Peripheral Routes to Attitude Change. New York: Springer-Verlag

  • Heeter,C., and B. Greenberg (1985). Cable and program choice. Dalam D. Zilmann dan J. Bryant, ed., Selective Exposure to Communication, hlm.203-224. Hillsdale,N.J.: Lawrence Erlbaum.